Menteri Kyrgyzstan Mengunjungi Kementerian Sosial Dan Mendemonstrasikan Strategi Memerangi Radikalisasi

Liputan6.com, Jakarta Penanganan terorisme di Indonesia telah menjadi sumber pembelajaran di banyak negara di dunia, salah satunya Kyrgyzstan. Menteri Kehakiman Kyrgyzstan Ayaz Baitov kali ini berkunjung ke Indonesia untuk membahas isu terorisme dan radikalisasi, khususnya di bidang rehabilitasi. Kunjungan ini diterima langsung oleh Kementerian Sosial RI pada Selasa (12 Juni 2022).

Adapun Kyrgyzstan, Indonesia memiliki banyak pengalaman dalam menangani isu terorisme dan gerakan radikal. Kami berharap pengalaman Indonesia dapat membantu Kyrgyzstan yang menghadapi masalah serupa.

Baca juga

Secara geografis, Kyrgyzstan merupakan negara yang berbatasan dengan Afghanistan dari segi wilayah. Ini memudahkan warga Kyrgyz untuk bergabung dengan kelompok ekstremis. Memang, Kyrgyzstan kini menghadapi gelombang orang buangan dan repatriasi yang kembali ke rumah.

Kita menghadapi masalah baru. Oleh karena itu, kita harus bergabung dengan negara lain untuk memahami jalan ke depan dan mencari solusi. Maka kami sangat bersyukur telah diterima di Indonesia. Ayaz Baitov berkata, “Saya sangat berharap kita dapat saling berbagi pengalaman.

Kementerian Sosial RI menyambut baik kunjungan Menteri Kehakiman Kyrgyzstan. Sekretaris Badan Rehabilitasi Sosial Salah El-Din Yahya menjelaskan, Kementerian Sosial memiliki Kantor Korban Bencana dan Keadaan Darurat (KBK) dan Kantor Rehabilitasi Sosial Anak yang menyediakan program rehabilitasi sosial bagi mantan narapidana. , keluarga dan anak-anak yang berisiko cedera. radikal.

“Kami bekerja sama dengan lembaga dan kementerian lain untuk memberikan layanan yang komprehensif,” katanya.

Pada saat yang sama Plt. Direktur Rehabilitasi Sosial KBK dan Direktur Rehabilitasi Sosial Anak Kanya Eka Santi mengatakan, Indonesia memiliki masalah yang relatif sama dengan Kyrgyzstan.

Konsep ekstrimisme kekerasan menyebar ke seluruh komponen keluarga: perempuan dan anak-anak. Untuk mengatasinya, Kemensos menggunakan pendekatan perumahan, keluarga dan masyarakat.

Bagi mantan narapidana, misalnya, program pemberdayaan seperti teknologi diberikan melalui lembaga keluarga dan kesejahteraan.

“Kami memberikan pelatihan, seperti cuci mobil, bengkel atau usaha lainnya. Modal yang kami berikan memungkinkan mereka untuk menjual dan beternak. Sulawesi Tengah mendukung 30 tenaga ahli eksternal untuk mendukung usaha mandiri.”

Kementerian Sosial juga mengoperasikan pusat perumahan yang menyediakan layanan rehabilitasi sosial bagi keluarga dan anak-anak yang terpapar ekstremisme.

Mereka terdiri dari ekspatriat ekspatriat, yang kembali dari Suriah, dan mereka yang ditahan oleh Expeditionary Force 88 di negara tersebut.

“Pusat Kementerian Sosial hanya menangani individu dan keluarga yang menderita ekstremisme ringan hingga sedang,” jelasnya.

Rehabilitasi di pusat tersebut mencakup dukungan aksesibilitas seperti pemenuhan kebutuhan dasar, pemeriksaan kesehatan menyeluruh, terapi psikososial dan spiritual, dukungan keluarga, pelatihan kejuruan dan/atau kewirausahaan, serta pendidikan.

Pendidikan penting karena banyak anak yang terlibat dalam jaringan teroris putus sekolah dan dididik di rumah oleh orang tua mereka.

“Kalau anak kami mendaftar sekolah, lalu ada yang ingin kuliah, maka kami dukung. Agar hak mereka untuk mengenyam pendidikan dapat terpenuhi, termasuk infrastruktur yang kami dukung, seperti laptop, sepeda, dan seragam sekolah. ,” kata Kanya.

Maka yang tidak kalah pentingnya adalah pembinaan wawasan kebangsaan. Dalam beberapa kasus, anak-anak yang terpapar ide-ide ekstremis cenderung menjadi simbol intoleran dan anti-nasional.

“Di satu sisi, kami mengajari mereka menyanyikan lagu kebangsaan lagi,” katanya.

Kemensos juga mengajak mantan narapidana yang telah kembali setia kepada negara untuk berbagi pengalaman dengan mantan narapidana, individu dan anak-anak yang terpapar.

“Beberapa teroris biasanya dihormati oleh anak-anak. Saya harap mendengarkan bimbingan idola mereka akan membantu mereka kembali ke jalur yang benar,” kata Kanya.

Ketua Sintra Handayani Rumal Oli Jaya Sinaga yang juga hadir mengatakan, pihaknya telah memberikan rehabilitasi sosial kepada 258 anak dan keluarga berisiko radikalisasi sejak 2016.

Rehabilitasi yang ditawarkan menekankan pendekatan biopsikososial dan interaksi terbuka di pusat rehabilitasi, kata Romell.

Sentra Handayani sendiri memberikan pelayanan bagi para pengungsi lokal, deportan dan tahanan Densus 88. Anak-anak ini terbagi dalam dua kategori: anak korban jaringan teroris dan anak yang berurusan dengan ABH dalam peristiwa terorisme.

“ABH peristiwa terorisme umumnya memiliki pemahaman yang kuat dan cenderung menularkan pemahaman tersebut kepada anak-anak lain,” ujarnya.

“Oleh karena itu, mereka ditempatkan di fasilitas transit untuk memantau tindakan mereka. Kekerasan terjadi di kedua sisi,” tambah Rommal.

(*)

Mungkin Anda Menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *