Menanam tanaman dengan media tanam hidroponik bisa menjadi solusi menjaga ketahanan pangan di tengah pandemi COVID-19.
Hal ini diawali oleh PT Pertamina Patra Niaga DPPU Adi Sumarmo membuat program pengembangan tanaman air dalam upaya mendapatkan makanan sehat.
Pasalnya, selain menghasilkan tanaman hidroponik yang berkualitas, Anda juga bisa menanamnya di lahan sementara.
PT Pertamina Patra Niaga DPPU Adi Sumarmo juga mengembangkan tanaman air di Kecamatan Ngemplak, Desa Ngesrep dan Dusun Tanjungsari Kecamatan Boyolali.
“Program ini sebagai upaya menjawab tantangan pandemi Covid-19 dalam hal penyediaan pangan yang sehat dan bergizi serta menjaga ketahanan pangan,” kata Siti Fatuna, Direktur Bina Lingkungan PT Pertamina Patra Niaga DPPU Adi Sumarmo. Kamis (11 Oktober 2022).
Seti menjelaskan, permukiman padat penduduk masih bisa dimanfaatkan untuk menanam sayuran.
Di sisi lain, pengembangan hidroponik dapat diperlakukan sebagai produk yang bernilai ekonomis.
Tanaman sayuran seperti sawi dapat diolah menjadi aneka makanan ringan dan dijadikan usaha masyarakat.
Program Pengembangan Hidroponik Dusun Tanjungsari kini telah dilaksanakan dan pendampingan masih berlangsung.
Di Tanjungsari, PT Pertamina Patra Niaga DPPU Adi Sumarmo bekerja sama dengan Masyitoh Hydroponic Group.
Kerjasama antara PT Pertamina Patra Niaga DPPU Adi Sumarmo dan Hidronopik Masyitoh sudah berjalan sejak tahun 2020.
“Masyarakat mandiri dan bisa mandiri terhadap program-program pendukung yang dilaksanakan oleh DPPU Adi Sumarmo.”
“Kedepannya bisa menjadi peluang untuk membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya kepada masyarakat melalui kegiatan pemberdayaan ekonomi program dukungan CSR bagi perusahaan yang beroperasi di Tanjung Sari,” ujarnya.
Tentang Masyitoh Hydropic Group
Ketua Grup Hidroponik Masyitoh Istiqomah menjelaskan kerjasama antara PT Pertamina dan Grup Hidroponik Masyitoh di Tanjungsari RT 4 RW 3, Ngesrep, Ngemplak, Boyolali.
Menurut Istiqomah, Grup Hidroponik Masyitoh telah mengakuisisi SK sejak 2021.
Istigoma mengatakan, kelompok binaan PT Pertamina ini beranggotakan ibu-ibu dari Kecamatan Tanjungsari.
“Nama Masyitoh sudah dipakai dan akan teridentifikasi dengan kode SK pada tahun 2021. Nama airnya Masyitoh,” kata Istigoma.
Ditambahkannya, “Dengan bercocok tanam hidroponik ini, silaturahmi semakin sering, dan ada tim piket yang jarang keluar karena bercocok tanam hidroponik yang mereka ikuti.”
Kini, setelah bekerja sama dengan Pertamina selama hampir tiga tahun, kelompok peraih penghargaan Masyitoh itu pun membuahkan hasil.
Sebelumnya, kelompok tersebut telah terlibat dalam studi banding pengelolaan tanaman air yang diprakarsai oleh Pertamina.
Mesitoh bisa merawat tanaman air sampai habis.
Bahkan, hasil panen itu dibagikan kepada penduduk setempat dan kini dijual kepada pengepul.
“Sebelum menjual ke kolektor, saya berdonasi ke masyarakat sekitar sebelum keluar dari komunitas.”
Seorang ibu yang merupakan kepala sekolah MI ini mengatakan, “Jika ada kelebihan uang yang diberikan ke masjid, mereka akan memberimu sawi dan lobak jika kamu menanamnya secara hidroponik untuk berkah Jum’at.”
Setelah itu, Grup Hidroponik Masyitoh akan menjual hasil panen ke pengepul.
“Akhirnya tanggal 7 November kami panen 9,5kg dan dikemas dalam satuan 400g,” ujarnya.
Nantinya, hasil penjualan digunakan untuk pengelolaan tanaman.
Sedangkan menurut Istiqomah, sebagian hasil panen tanaman air seperti sawi digunakan untuk membuat produk olahan.
Produk tersebut antara lain stik dan keripik bayam yang dioperasikan oleh anggota Masyitoh Hydronic Group.
membuat sawi menjadi stik
Hermin yang berdomisili di Tangungsari mengaku memproduksi makanan ringan dari tanaman air kering di daerahnya.
Selama bekerja di Pertamina pada awal tahun 2022, Ermin telah mengolah sawi menjadi aneka makanan ringan.
Termasuk mustard stick, zest dan keripik bayam.
Namun sebelumnya Hermine menyiapkan beberapa suguhan berbeda di rumahnya.
“Sebenarnya awalnya saya sendiri. Saya berinisiatif menggabungkan produk ini dengan sayuran.”
“Kemudian Pertamina akan di-back up material,” ujarnya.
Hermine mengaku dibantu oleh Pertamina.
Produk tersebut kini dalam proses mendapatkan sertifikasi halal.
Di sisi produksi, Hermine mengaku membuat makanan ringan setiap hari.
Mereka kemudian dijual di kios-kios di sekitar rumah.
Hermien menjual stik mustard seharga Rp 10.000 per bungkus.
Seorang wanita dari solo berkata, “Meskipun sedikit setiap hari, paling banyak sekitar 5 kilo. Saya membawanya ke toko kelontong dan mereka membelinya.”
“Saya biasanya mengantarkan delapan paket di toko,” tambahnya.
Apalagi, Hermine mengatakan banyak kendala yang dihadapinya.
Apalagi di masa pandemi Covid-19 dan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM).
Hermine mengatakan menjual produk lebih sulit karena harus menurunkan harga jual.
“Pembelinya sedikit. Terus terang, dari dulu sampai sekarang, bagaimana kita tetap bekerja keras untuk bertahan hidup di masa krisis corona ini?”
Namun Hermien tetap berusaha agar pengolahan produk makanan ringan bisa berjalan.
Bagaimanapun, dia masih berharap untuk menggerakkan ekonomi keluarganya dan mempengaruhi kelompok Masietoh dan penduduk setempat.
(/holly build DS)